Sabtu, 13 September 2008

Penjarangan Hutan Perhutani Menuai Protes Warga Sindangrasa

Penjarangan Hutan Perhutani

Menuai Protes Warga Sindangrasa

“Walaupun penjarangan merupakan hak Perhutani sebagai pemilik lahan, tapi semestinya perhatikan dong nasib lingkungan sekitar,” Ketua BPD Sindangrasa, Kosim.

Banjarsari, -(HR)-

Warga desa Sindangrasa Kecamatan Banjarsari mengeluhkan menyusutnya kadar air akibat adanya program panjarangan yang dilakukan oleh Perum Perhutani di lokasi hutan Sindangrasa blok 87 D, 88 D dan 87 F. Demikian diungkapkan Ketua BPD Sindangrasa, Kosim, kepada HR, Jumat (20/4).

Pasalnya, kata Kosim, penjarangan yang dilakukan bukannya memilih pohon yang jelek tapi malah menebang pohon yang dinilai layak jual dalam jumlah besar. Hal itu dikhawatirkan akan membuat ekosistem hutan menjadi terganggu dan kestabilan tanah menyusut hngga terjadi erosi.

“Kalau sudah begini, yang rugi kan warga! Apalagi sekarang cuacanya sangat buruk. Sekarang hujan, besoknya air sudah surut. Walaupun penjarangan merupakan hak Perhutani sebagai pemilik lahan, tapi semestinya perhatikan dong nasib lingkungan sekitar,” katanya diiyakan tokoh masyarakat yang lain, Maksum.

Ditambahkan Kosim, selama ini Perhutani terlalu mengedepankan kepentingan institusinya dan kurang peduli terhadap kepentingan masyarakat. Program-program yang dilakukan terkesan tidak peduli akan resiko yang akan menyebabkan rusaknya lingkungan.

Saat dikonfirmasi beberapa kali, Adm. Perum Perhutani Ciamis tidak ada di tampat. Saat HR berhasil menemui Kaur Humas Perum Perhutani, Ir. Prastya, dia membantah jika program penjarangan yang dilakukan di Banjarsari bermaksud untuk mengejar hasi produksi dan berdampak pada rusaknya lingkungan.

“Sesuai namanya, penjarangan merupakan program pemeliharaan wajib bagi rimbawan dengan menebang pohon “Pecel Terip” ; penyakitan, cacat, tertekan, dan jadi pesaing bagi pohon lain, semisal terlalu tinggi hingga akan menghambat intensitas cahaya bagi pohon lain,” paparnya,

Interval dilakukannya penjarangan, tambah Prastya, adalah saat pohon berumur 5, 8, 11,, 15 dan 20 tahun. Sebelum melakukan penjarangan pun, Perhutani harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas Kehutanan Provinsi dan Dinas Kehutanan Kabupaten.

“2 tahun sebelumnya, Dishut provinsi mengecek kelayakan dilakukannya penjarangan. Setelah itu baru mereka memberikan rekomendasi dan Adm. baru membuat Surat Perintah Kerja (SPK),” paparnya.

Karenanya, kata Prastya, sangat keliru jika pihaknya dituding terlalu mengedepankan kepentingan institusi dan acuh tak acuh terhadap nasib lingkungan. Program penjarangan dilakukan tidak sembarangan, dilakuakan setelah pihaknya menganalisa dan memperhitungkan semua akibat yang ditimbulksn.

Namun, sebagai bentuk perhatian Perhutani terhadap aspirasai masyarakat, lanjutnya, pihaknya akan segera mengecek ke lapangan dan Asper terkait, apakah keluhan warga Sindangrasa tersebut benar atau tidak. “Kami akan segera cek ke sana, kalau-kalau pihak resort/KRPH kurang melakukan pendekatan atau sosialisasi dengan pihak desa dan warga sekitar,” pungkasnya. (EZM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar